BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Di samping peraturan perundang-undangan,
juga dikenal peraturan kebijakan.
Peraturan
kebijakan dikeluarkan
dalam rangka menjalankan fungsi penyelenggaraanpemerintahan.Peraturan kebijakan
selalu muncul dalam lingkup penyelenggaraan pemerintahan yang
“tidak terikat” (vrijbeleid), dalam arti tidak diatur secara tegas oleh peraturan
perundang-undangan penyelenggaraan pemerintahan. Dalam keadaan yang “tidak terikat”
seperti itu, maka kepada pemerintah diberikan kebebasan untuk melakukan pertimbangan
(bevordelings vrij beleid, freies ermessen, discretionary powers), melakuan
penilaian kemudian melakukan suatu tindakan yang mempunyai manfaat tertentu.
Tulisan ini akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan peraturan kebijakan,
termasuk persamaan dan perbedaannya dengan peraturan perundang-undangan.
Pembentukan peraturan
perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum
nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang
pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat
peraturan perundang-undangan.Akhir-akhir ini, terasa semakin banyak
undang-undang yang telah diundangkan dan semakin banyak pula
peraturan-peraturan pelaksanaannya yang sedang dan akan dipersiapkan.
Selain dari peraturan
perundang-undangan (wettelijkeregels) yang bersumber pada fungsi
legislatif negara dan yang memang diperlukan bagi penyelenggaraan kebijakan
pemerintahan yang “terikat” (gebonden beleid),dikenal pula bidang penyelenggaraan
kebijakan pemerintahan yang “tidak terikat”(vrij beleid). Dari bidang
penyelenggaraan kebijakan pemerintahan yang “tidakterikat” dikeluarkan berbagai
peraturan kebijakan (beleid regels) yang bersumber pada fungsi eksekutif
negara. Peraturan kebijakan ini jumlahnya sangat banyak dan bentuknya pun tidak
mudah untuk diperkirakan. Penyelenggaraan kebijakan pemerintahan yang “tidak
terikat” memang membuka peluang yang lebar bagi fungsi peraturan secara
administratif. Secara keseluruhan dapatlah dibayangkan betapa banyak peraturan
perundang-undangan dan peraturan kebijakan untuk waktu yang akan mendatang,
yang belum tentu semuanya syarat asas perundang-undangan (wet gevings
principle) yang patut dan baik. Tetapi “membanjirnya” peraturan-peraturan
itu tidak dapat dibendung atau dikurangi, maka karenanya jalan keluar yang
dapat ditempuh adalah dengan mengusahakan agar peraturan-peraturan tadi
memenuhi asas-asas pembentukannya yang patut dan baik. Tulisan ini akan
membahas beberapa hal yang berkaitan dengan peraturan kebijakan, termasuk
persamaan serta perbedaan antara peraturan perundangundangan dengan peraturan
kebijakan. Hal-hal itu menjadi menarik, salah satunya, adalah karena hingga
detik ini masih terus bermunculan jenis peraturan yang malah “menjadi pusat
perhatian.” Sebagai contohnya adalah peraturan yang ditetapkan oleh Gubernur
Kepala Daerah DKI Jakarta Nomor 613 Tahun 1992 yang dikeluarkan pada tanggal 10
April 1992 tentang Penetapan Kawasan Pengendalian Lalu Lintas dan Kewajiban
Mengangkut Paling Sedikit 3 (tiga) Orang Per Kendaraan pada Kawasan
Pengendalian, yang lebih dikenal dengan Peraturan KPP. Peraturan ini sampai
sekarang jelas masih berlaku, dan terhadapnya menimbulkan pertanyaan, jenis
peraturan manakah Peraturan KPP itu? Peraturan perundang-undangankah, peraturan
kebijakankah, peraturan perundang-undangan yang tidak sempurna, ataukah
“sejenis peraturan yang lain lagi”?
1.2
Rumusan
masalah
1.2.1
Apa yang
dimaksud dengan Peraturan Kebijakan?
1.2.2 Apa Persamaan dan perbedaan antara
Peraturan Perundang-Undangan dengan Peraturan Kebijakan?
1.3Tujuan
1.3.1 Sebagai
tugas mata kuliah HAN
1.3.2 Sebagai
bahan bacaan mata kuliah HAN.
1.3.3 Untuk
mengetahui apa itu peraturan
kebijakan dan perbedaan serta persamaanya dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II
Pembahasan
Masalah
1.3 Peraturan Kebijakan
Kata “peraturan kebijakan” merupakan
terjemahan dari kata Belanda ”beleid regels.” Peraturan kebijakan ini
bukan sesuatu yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, juga
di negara lainnya. Di Belanda pada tahun 1965, Van Der Hoeven menyebutnya,
antara lain, dengan istilah: vaarschriften, ugelingen, beleidsnota,
dan reglementen. Di Jerman orang menyebutnya dengan: verwaltungs,
voorscriften. Di Inggris disebut dengan: administrative rules, policy
rules. Dan Logemann menyebutnya dengan administrative regelingen.
Jadi dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan negara memang terdapat
2 (dua) jenis peraturan yang dapat berlaku secara berdampingan, yaitu peraturan
perundang-undangan dan peraturan kebijakan. Mengenai peraturan kebijakan, Van
Kreveld mengemukakan ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Peraturan
itu, baik langsung atau tidak langsung, tidak didasarkan pada undang-undang.
2. Peraturan
itu dapat: pertama, tidak tertulis dan terjadi oleh serangkaian
keputusan instansi pemerintah yang berdiri sendiri dalam rangka penyelenggaraan
kewenangan pemerintahan yang tidak terikat, atau ke dua,
ditetapkan dengan tegas secara tertulis oleh suatu instansi pemerintah.
3. Peraturan
itu pada umumnya menunjuk bagaimana suatu instansi pemerintah akan bertindak
dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang tidak terikat terhadap
setiap orang dalam situasi sebagaimana dimaksud dalam peraturan itu.
Peraturan kebijakan dapatlah dipahami
sebagai perwujudan dari berjalannya fungsi pemerintahan dalam arti sempit atau
ketataprajaan, yaitu mengeluarkan peraturan-peraturan yang bukan peraturan
perundang-undangan. Jadi memang tidaklah aneh apabila dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam arti sempit atau ketataprajaan akan ditemukan banyak
peraturan dalam bentuk surat edaran, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, dan
lain sebagainya, yang meskipun ditujukan kepada pejabat atau instansi bawahan,
namun pada hakekatnya ialah tetap dalam rangka menjalankan fungsi mengatur
masyarakat.
Peraturan
kebijakan dikatakan berbeda dengan peraturan perundang-undangan, tetapi pada
kenyataannya dirasakan “mengikat” juga secara umum (reglement binded), karena
masyarakat yang terkena peraturan itu tidak dapat berbuat lain kecuali
mengikutinya. Salah satu contohnya ialah, apabila suatu Keputusan Bupati Kepala
Daerah Kabupaten menetapkan misalnya, akan memberikan sejenis kredit bagi
petani yang memerlukannya, dan kredit itu tidak dapat diberikan kecuali apabila
petani menyertakan tanda bukti pelunasan pajak yang terhutang. Hal ini bisa
dilakukan, walaupun tidak ada suatu jenis Peraturan Daerah Kabupaten atau suatu
peraturan bank yang menetapkannya, tetapi kredit itu tidak dapat diperoleh
petani tanpa dipenuhinya syarat yang ditentukan. Jadi dengan demikian,
Keputusan Bupati Kepala Daerah Kabupaten tadi dirasakan oleh rakyat tetap
mengikat juga secara umum, seperti mengikatnya peraturan perundang-undangan.
Dari uraian di
atas, terlihat jelas bahwa peraturan kebijakan selalu ada, muncul, dalam
lingkup penyelenggaraan pemerintahan yang “tidak terikat” (vrijbeleid), dalam
arti tidak diatur secara tegas oleh peraturan perundang-undangan
penyelenggaraan pemerintahan. Kepada aparat yang melakukan tindakan
penyelenggaraan pemerintahan yang “tidak terikat” seperti itu diberikan
kebebasan untuk mempertimbangkan (bevordelings vrij beleid, freies ermessen,
discretionary powers), menilai dan kemudian mengambil tindakan (kebijakan)
tertentu yang bermanfaat.
Dapatkah suatu
peraturan kebijakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
(tegen-wettelijk)? Dalam praktik, orang bisa menemukan kebijakan-kebijakan yang
justru bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan contoh dari hal
itu biasanya terjadi di dalam bidang hukum perpajakan.
Dilihat dari
bentuk dan formatnya, peraturan kebijakan seringkali sama benar dengan
peraturan perundang-undangan, lengkap dengan pembukaan berupa konsiderans
“menimbang” dan dasar hukum “mengingat,” batang tubuh yang berupa pasal-pasal,
bagian-bagian, bab-bab, serta penutup yang sepenuhnya menyerupai peraturan
perundang-undangan. Tetapi selain itu, sering kali juga dijumpai peraturan
kebijakan yang tampil dalam bentuk dan format yang lain dari peraturan
perundang-undangan, seperti nota dinas, surat edaran, petunjuk pelaksanaan,
petunjuk teknis, dan pengumuman. Bahkan dapat pula tampil dalam bentuk petunjuk
lisan (kepada bawahan), yang jelas memang tidak mempunyai bentuk dan format
(yang kasat mata).
1.4 Persamaan
dan perbedaan antara Peraturan Perundang-Undangan dengan Peraturan Kebijakan
Apabila disandingkan antara peraturan perundang-undangan dengan
peraturan kebijakan, maka akan terlihat beberapa persamaan di antara keduanya.
Persamaan itu meliputi:
1.
Merupakan aturan
yang berlaku umum. Peraturan
perundang-undangan dan peraturan kebijakan mempunyai adressat (subjek
nama), dan pengaturan perilaku (objek norma) yang sama, yaitu bersifat umum dan
abstrak (algemene regeling algemene regel).
2.
Merupakan peraturan
yang berlaku “ke luar.” Peraturan
perundangundangan berlaku ke luar dan ditujukan kepada masyarakat umum (naa beuten
werbend tat leen reder gerecht), demikian
juga dengan peraturan kebijakan yang berlaku ke luar dan ditujukan kepada masyarakat umum yang bersangkutan (jegeus
de bunger).
3.
Merupakan
kewenangan pengaturan yang bersifat umum (publik).Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan
sama-samaditetapkan oleh lembaga atau pejabat yang mempunyai kewenangan umum (publik).
Perbedaan
antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan kebijakan adalah:
1.
Pembentukan
peraturan perundang-undangan merupakan fungsi negara. Kekuasaan di bidang
peraturan perundang-undangan atau kekuasaan
legislatif hanya diberikan kepada lembaga yang khusus untuk itu, yaitu lembaga legislatif.
Apabila karena suatu pertimbangan kewenangan
terpaksa harus diserahkan kepada lembaga-lembaga di bidang lain, misalnya lembaga
pemerintahan dalam arti sempit atau ketataprajaan (lembaga eksekutif), maka hal itu harus dilakukan dengan tegas dan
jelas, baik melalui
penciptaan kewenangan atau delegasi.
2.
Fungsi pembentukan
peraturan kebijakan ada pada pemerintah dalam arti sempit
(eksekutif). Kewenangan
pemerintah dalam arti sempit atau
ketataprajaan (kewenangan eksekutif) mengandung juga kewenangan pembentukan
peraturan-peraturan dalam rangka penyelenggaraan fungsinya. Oleh karena itu, kewenangan pembentukan peraturan-peraturan kebijakan yang
bertujuan untuk mengatur lebih lanjut penyelenggaraan pemerintahan
senantiasa dapat dilakukan oleh setiap lembaga pemerintahan yang mempunyai kewenangan penyelenggaraan pemerintahan.
3.
Materi muatan
peraturan perundang-undangan berbeda dengan materi muatan
peraturan kebijakan. Peraturan
kebijakan mengandung materi muatan yang berhubungan dengan kewenangan membentuk keputusankeputusan dalam arti beschikkingen,
kewenangan bertindak dalam bidang
hukum privat dan kewenangan-kewenangan membuat rencana-rencana (plannen)
yang memang ada pada lembaga pemerintahan. Sedangkan materi muatan
peraturan perundang-undangan mengatur tata kehidupan masyarakat yang
jauh lebih mendasar, seperti mengadakan suruhan dan larangan untuk
berbuat atau tidak berbuat, yang apabila perlu disertai pula dengan sanksi
pidana (sanksi pemaksa).
4.
Sanksi pada
peraturan perundang-undangan dan pada peraturan kebijakan. Sanksi pidana atau sanksi pemaksa yang jelas mengurangi dan membatasi hak-hak
asasi warga negara dan penduduk hanya dapat
dituangkan dalam undang-undang yang pembentukkannya harus dilakukan dengan
persetujuan rakyat atau persetujuan wakil-wakilnya. Peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah lainnya hanya dapat mencantumkan sanksi
pidana bagi pelanggaran ketentuannya apabila hal itu tegas-tegas diatribusikan oleh undang-undang. Sedangkan peraturan kebijakan hanya
dapat mencantumkan sanksi administratif bagi
pelanggaran ketentuan-ketentuannya.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Hakekat
pembangunan di Negara RI saat ini, baik pembangunan jangka panjang maupun
pembangunan jangka pendek, ialah kehendak untuk mencapa tujuan-tujuan negara
sebagaimana hal itu tercantum dalam UUD 1945. Lebih lanjut, pembangunan itu
sendiri pada hakekatnya adalah wujud pengamalan Pancasila. Kemudian
bagaimanakah cara memandang pembangunan itu dari sudut peraturan
perundang-undangan dan peraturan kebijakan? Sebagai negara yang berdasar atas
hukum (rechtstaats) yang modern, Negara RI secara sadar berkehendak,
berusaha dan berupaya untuk mencapai tujuantujuannya. Untuk itu perlu dilakukan
modifikasi-modifikasi (perubahan) dalam kehidupan rakyatnya.
Perubahan-pengubahan sosial itu dilakukan dengan mempersiapkan rencana yang
terperinci dengan baik, diikuti dengan penyelenggaraan pembangunan, dilandasi
dengan hukum, peraturan-peraturan perundang-undangan, dan ditunjang pula dengan
peraturan-peraturan kebijakan. Dengan demikian, agar pembangunan yang sedang
diselenggarakan, yang tidak lain adalah pengamalan Pancasila ke dalam
kenyataan, diperlukan penguatan, pengetahuan, dan pemahaman yang tepat mengenai
peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan. Untuk itulah dibutuhkan
ilmu pengetahuan di bidang perundang-undangan yang terusmenerus perlu
dikembangkan dan diajarkan kepada masyarakat luas
3.2.
Saran
Makalah ini
dapat digunakan sebagai salah satu bahan untuk meningkatkan pengetahuan
khususnya bagi mahasiswa fakultas hukum,dan juga dapat digunakan sebagai bahan
diskusi para pengajar dan mahasiswa.penulis lain yang tertarik untuk membuat
makalah yang sejenis hendaknya menggunakan makalah ini sebagai salah satu bahan
acuan untuk dikembangkan pada ruang lingkup yang lebih luas.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Attamimi, A. Hamid S. “Peranan
Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara.” Disertasi Universitas Indonesia, Jakarta, 1990.
·
Hukum tentang Peraturan
Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan Oleh: Kusumarita Atyanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar