Minggu, 02 Desember 2012

Asas-asas yang terdapat dalam Undang-Undang TPPU nomor 8 tahun 2010


1.      Asas Double Criminality atau kriminalitas ganda,( Pasal 2 ayat 1 ) yaitu penjatuhan pidana yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dalam hukum Indonesia, sehingga perbuatan apapun yang melanggar hukum di tempat manapun yang dilakukan oleh warga Indonesia maka tetap harus dipidana menurut hukum yang berlaku. Contoh seseorang melakukan perjudian di Negara yang mlegalkan judi, kemudian hasil judinya dibawah ke Indonesia dan digunakan untuk berbagai hal, maka dapat dilakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun judi tersebut tidak dilakukan di Indonesia tetapi UU TPPU ini menganut asas Double Criminality sehingga dapat menjerat perbuatan tersebut.
2.      Asas Presumption of guilty atau praduga bersalah (Pasal 35 ), yaitu jika terdakwa tidak dapat membuktikan asal usul harta kekayaannya, maka terdakwa dapat dipersalahkan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.
3.      Pasal 68 : Asas Lex Specialis, yaitu Undang-Undang TPPU ini merupakan Undang-Undang khusus yang mengatur tentang pencucian uang yang mepunyai peraturan tersendiri baik penyidikan, penuntutan, pemeriksaan serta pelaksanaan putusan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam perundang-undangan ini.
4.      Asas Pembuktian Terbalik (Pasal 77 dan 78 ayat (1) dan (2) ), yaitu terdakwa harus membuktikan asal usul dana atau harta kekayaan yang dimiliki untuk membuktikan kehalalan hartanya tersebut, tetapi melalui penetapan hakim. Jadi yang wajib membuktikan kebenaran asal usul dana tersebut bukan Jaksa Penuntut Umum tetapi terdakwa sendiri, hal ini dilakukan untuk mempermudah proses persidangan dan dikhawatirkan apabila JPU yang membuktikan dakwaan, alat bukti dihilangkan atau dirusak oleh terdakwa.
Caranya dengan melalui penetapan hakim atau permintaan dari pihak jaksa kepada hakim untuk melaksanakan metode tersebut.
Di pasal 78 mekanismenya adalah hakim yang memerintahkan terdakwa untuk membuktikan itu. Penerapan pembuktian terbalik ini tidak bisa diterapkan dalam kasus korupsi murni, Melainkan pada kasus korupsi yang memiliki unsur pidana pencucian uang. Jadi ini terkait dengan masalah tindak pidana pencucian uang,  Kalau semata-mata hanya  masalah korupsi, kita tidak bisa menerapkan metode pembuktian terbalik, kita baru bisa menerapkan pembuktian terbalik apabila dakwaan nya adalah pencucian uang.
5.      Asas in Absentia (Pasal 79 ayat (1) ), yaitu pemeriksaan dan penjatuhan putusan oleh tanpa kehadiran terdakwa, jadi tidak ada penundaan sidang meskipun tidak dihadiri terdakwa tetapi proses hukum atau persidangan tetap berlanjut.

Tidak ada komentar: