1.
Asas Double Criminality atau
kriminalitas ganda,( Pasal 2 ayat 1 ) yaitu penjatuhan pidana yang dilakukan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dalam hukum
Indonesia, sehingga perbuatan apapun yang melanggar hukum di tempat manapun
yang dilakukan oleh warga Indonesia maka tetap harus dipidana menurut hukum
yang berlaku. Contoh seseorang melakukan perjudian di Negara yang mlegalkan
judi, kemudian hasil judinya dibawah ke Indonesia dan digunakan untuk berbagai
hal, maka dapat dilakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun
judi tersebut tidak dilakukan di Indonesia tetapi UU TPPU ini menganut asas
Double Criminality sehingga dapat menjerat perbuatan tersebut.
2.
Asas Presumption of guilty atau praduga
bersalah (Pasal 35 ), yaitu jika terdakwa tidak dapat membuktikan asal usul
harta kekayaannya, maka terdakwa dapat dipersalahkan dengan Tindak Pidana
Pencucian Uang.
3.
Pasal 68 : Asas Lex Specialis, yaitu
Undang-Undang TPPU ini merupakan Undang-Undang khusus yang mengatur tentang
pencucian uang yang mepunyai peraturan tersendiri baik penyidikan, penuntutan,
pemeriksaan serta pelaksanaan putusan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam perundang-undangan
ini.
4.
Asas Pembuktian Terbalik (Pasal 77 dan
78 ayat (1) dan (2) ), yaitu terdakwa harus membuktikan asal usul dana atau
harta kekayaan yang dimiliki untuk membuktikan kehalalan hartanya tersebut,
tetapi melalui penetapan hakim. Jadi yang wajib membuktikan kebenaran asal usul
dana tersebut bukan Jaksa Penuntut Umum tetapi terdakwa sendiri, hal ini
dilakukan untuk mempermudah proses persidangan dan dikhawatirkan apabila JPU
yang membuktikan dakwaan, alat bukti dihilangkan atau dirusak oleh terdakwa.
Caranya dengan melalui penetapan
hakim atau permintaan dari pihak jaksa kepada hakim untuk melaksanakan metode
tersebut.
Di pasal 78 mekanismenya adalah
hakim yang memerintahkan terdakwa untuk membuktikan itu. Penerapan pembuktian
terbalik ini tidak bisa diterapkan dalam kasus korupsi murni, Melainkan pada
kasus korupsi yang memiliki unsur pidana pencucian uang. Jadi ini terkait
dengan masalah tindak pidana pencucian uang,
Kalau semata-mata hanya masalah
korupsi, kita tidak bisa menerapkan metode pembuktian terbalik, kita baru bisa
menerapkan pembuktian terbalik apabila dakwaan nya adalah pencucian uang.
5.
Asas in Absentia (Pasal 79 ayat (1) ),
yaitu pemeriksaan dan penjatuhan putusan oleh tanpa kehadiran terdakwa, jadi
tidak ada penundaan sidang meskipun tidak dihadiri terdakwa tetapi proses hukum
atau persidangan tetap berlanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar